Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Situs Samudera Pasai Terbengkalai

LHOKSEUMAWE, KOMPAS -- Situs kerajaan Samudera Pasai di wilayah Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, minim perhatian pemerintah. Banyak benda peninggalan tak terurus. Ekskavasi arkeologis komprehensif terhadap bekas kerajaan Islam terbesar di Sumatera itu pun belum dilakukan. Di Desa Beringin, Kecamatan Samudera, yang diduga kuat sebagai bekas pusat kutaraja Kerajaan Samudera Pasai, banyak ditemukan nisan kuno berserakan, mulai dari pinggir jalan, pematang sawah, hingga bekas-bekas galian tambak udang. Kecuali nisan-nisan kuno yang ada di situs makam raja-raja Samudera Pasai, nisan-nisan yang tersebar itu dibiarkan begitu saja. ”Malah ada nisan kuno yang dibawa pulang warga untuk batu asah,” kata Hamdani (40), warga Desa Beringin, yang tinggal di dekat kawasan situs makam raja-raja Pasai, Rabu (9/10). Nisan merupakan peninggalan utama yang banyak tersisa. Selain nisan, banyak ditemukan pecahan keramik, batu antik, dan fondasi bangunan kuno yang diduga bekas

Pemerintah Diminta Tolak Permintaan Maaf Belanda

JAKARTA - Sejarahwan LIPI Anhar Gonggong mengimbau Pemerintah RI menolak permintaan maaf dari Belanda terkait peristiwa genosida yang dilakukan tentara Belanda di Sulawesi dipimpin Raymond Pierre Paul Westerling saat agresi Belanda tahun 1945 hingga 1950. Sepanjang bangsa ini masih dianggap inlander, Anhar mengimbau agar Indonesia tidak perlu berbaik-baik dengan Belanda. "Permintaan maaf dari Pemerintahan Belanda tidak akan menyelesaikan masalah. Kecuali Belanda memenuhi syarat penting lainnya, yakni akui Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 dan baru menyampaikan permintaan maaf atas pembunuhan massal yang dilakukan Westerling di Sulawesi dan daerah lainnya dalam kurun waktu tahun 1945 hingga 1950," kata Anhar Gonggong, di gedung DPD, Senayan Jakarta, Rabu (4/9). Selama dua hal tersebut tidak diakui lanjutnya, sebagai ahli waris korban, Anhar Gonggong tidak akan pernah menerima permintaan maaf tersebut. "Termasuk kompensasi dana yang dijanjikan Pemerintah B

Situs Kerajaan Singasari Jarang Diteliti

JAKARTA, KOMPAS—Penelitian arkeologi untuk mengungkap kekayaan budaya pada masa Kerajaan Singasari di Kabupaten/Kota Malang, Jawa Timur, masih sangat minim. Hingga sekarang belum banyak temuan baru terkait Singasari. Penelitian di Jawa Timur lebih banyak terfokus pada situs-situs Majapahit di Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Minimnya penelitian menyebabkan masih banyak data tentang Singasari yang belum terungkap. “Kami khawatir data arkeologis yang ada hilang sebelum sempat diteliti,” kata arkeolog. Lutfi Fauzi, Senin (29/7). Ahli arkeologi dari Universitas Indonesia yang tinggal di Malang ini meneliti Singasari sejak 2000. Selain meneliti sendiri, ia juga meneliti bersama tim dari Pusat Arkeologi Nasional tahun 2009. Temuan terakhir mereka adalah struktur bangunan permukiman elite masa Singasari. Sejak itu belum ada penelitian lagi. Singasari adalah sebuah kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur tahun 1222-1292 Masehi sebelum Majapahit. Keunikan Singasari adalah kerajaan yang

Bukti Kerajaan Sriwijaya Ditemukan Arkeolog di Jambi

JAKARTA (GM) - Guru Besar Arkeologi Universitas indonesia (UI) Profesor Agus Aris Munandar mengatakan Kerajaan Sriwijaya diduga berada di kawasan Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Sebab baru-baru ini timnya menemukan jejak-jejak peninggalan kerajaan bahari tua, sebelum Majapahit berdiri di Mojokerto, Jawa Timur. "Kami menemukan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Sriwijaya serta petirtaan berupa sumur di Situs Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi, oleh 43 mahasiswa dan 5 dosen pembimbing yang tergabung dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Arkeologi Universitas Indonesia (UI) pada 16-28 Juni 2013," kata Agus Aris di Depok, Jumat (12/7/2013). Seperti diberitakan Antara, kegiatan utama KKL Arkeolog UI pekan lalu tersebut adalah ekskavasi, sebuah metode arkeologi yang bertujuan menemukan kembali sisa-sisa kegiatan manusia masa lalu dengan cara melakukan penggalian. Proses ekskavasi dilakukan di 14 kotak gali di Situs Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Muara Jambi

Kisah Dokter Amerika Kembalikan Tangan Prajurit Vietkong

Gambar
Foto: huffingpost PADA Oktober 1966, Nguyen Quang Hung, seorang prajurit laskar komunis Vietnam, (Vietkong) harus kehilangan tangan kanannya. Seorang dokter muda Amerika Serikat, musuh prajurit itu, menyimpan tangan tersebut. Awal bulan ini, tepatnya 47 tahun kemudian, tangan yang tinggal tulang belulang itu kembali kepada pemiliknya. dr Sam Axelrad membawa barang yang tidak biasa ketika berlibur di Vietnam. Dia membawa tulang tangan yang dia amputasi pada 1966. Tulang yang disimpan di lemarinya selama berpuluh-puluh tahun tersebut akhirnya dikembalikan kepada pemiliknya, Nguyen Quang Hung. Tentu, Hung begitu kaget tatkala seorang dokter dari Amerika datang dan mengembalikan tangan yang sudah berwujud tulang itu. "Aku senang sekali bisa bertemu tanganku lagi setelah hampir separo abad," katanya kepada Associated Press. Karena itu, rumah Hung pun seolah menjadi ajang reuni dua serdadu sepuh. Mereka berbincang riang bersama anak dan cucu mereka. Axelrad