Situs Samudera Pasai Terbengkalai
LHOKSEUMAWE, KOMPAS -- Situs kerajaan Samudera Pasai di wilayah Kecamatan Samudera,
Kabupaten Aceh Utara, minim perhatian pemerintah. Banyak benda
peninggalan tak terurus. Ekskavasi arkeologis komprehensif terhadap
bekas kerajaan Islam terbesar di Sumatera itu pun belum dilakukan.
Di Desa Beringin, Kecamatan Samudera, yang diduga kuat sebagai bekas pusat kutaraja Kerajaan Samudera Pasai, banyak ditemukan nisan kuno berserakan, mulai dari pinggir jalan, pematang sawah, hingga bekas-bekas galian tambak udang.
Kecuali nisan-nisan kuno yang ada di situs makam raja-raja Samudera Pasai, nisan-nisan yang tersebar itu dibiarkan begitu saja. ”Malah ada nisan kuno yang dibawa pulang warga untuk batu asah,” kata Hamdani (40), warga Desa Beringin, yang tinggal di dekat kawasan situs makam raja-raja Pasai, Rabu (9/10).
Nisan merupakan peninggalan utama yang banyak tersisa. Selain nisan, banyak ditemukan pecahan keramik, batu antik, dan fondasi bangunan kuno yang diduga bekas bangunan di kompleks kerajaan. Peneliti sejarah Aceh, Daniel Perret, yang pernah meneliti situs Samudera Pasai, menuturkan, pecahan keramik itu dulu keramik yang didatangkan dari Vietnam, China, dan Thailand. Itu saksi luasnya hubungan Samudera Pasai dengan dunia internasional pada masa sekitar abad ke-14 hingga ke-16.
Batu antik dan pecahan keramik (tak jarang ditemukan keramik utuh) sebagian diambil warga dan dijual ke kolektor. Sebagian warga menjual dengan menjajakan seperti makanan ringan di area situs makam raja-raja Pasai. ”Harga beda-beda. Tergantung utuh tidaknya,” kata Ibrahim (40), penjual barang antik.
Bahkan, di dekat hamparan kolam-kolam tambak udang di Desa Beringin ada semacam gundukan tanah yang dikenal penduduk dengan sebutan Cut Astana (bukit istana). Tingginya sekitar 4 meter dengan luas lebih kurang 800 meter persegi.
Peneliti independen situs Samudera Pasai, Ramlan Yunus, mengatakan, Cut Astana itu diduga bekas lokasi istana Samudara Pasai. Sayangnya, bekas istana tersebut tak terlindungi.
”Kami berkali-kali usul ada ekskavasi arkeologis terhadap situs di Samudera Pasai ini. Namun, pemerintah daerah tak pernah tergerak,” katanya. (HAN)
Sumber: Kompas Cetak, Jum'at, 11 Oktober 2013
Tidak heran bagi saya mendapatkan berita bahwa banyak peninggalan sejarah yang dibiarkan begitu saja. Seringkali kita, masyarakat biasa, bahkan pemerintah mendengar kabar tersebut. Namun tidak ada tanggapan yang positif untuk hal itu, khususnya pemerintah. Sebenarnya banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk menjaga kelestarian salah satu sejarah Indonesia tersebut, contohnya memberikan tanggungjawab kepada Pemda setempat untuk merawat dan mengembangkan situs tersebut, memberikan pengarahan kepada warga (terutama di sekitar situs) agar tidak menyalahgunakan (mengambil, menjual, merusak) sisa-sisa peninggalan sejarah di situs, dan lain-lain.
BalasHapusBUNGA DEVI R
XI IPA 5
SMAN 20 BANDUNG