Berburu Kapal VOC di Dasar Sungai Musi

PALEMBANG, KOMPAS.com — Para penyelam tradisional semakin semangat mencari harta karun di Sungai Musi. Setelah dihebohkan isu penemuan arca seharga Rp 3 miliar, kini giliran mereka memburu kapal dagang VOC (Vereenigde Oost indische Compagnie) Belanda yang karam di Sungai Musi sekitar abad ke 17 dan 18. Keberadaan kapal tersebut diungkap peneliti dari Balai Arkeologi Palembang, Aryandini Novita, dalam pertemuan di Pos Polair 30 Ilir, Rabu (2/9) siang. Ia mengatakan, belum lama ini memperoleh data semua kapal milik VOC yang tenggelam di wilayah Asia, termasuk Palembang. “Lokasinya tidak dijelaskan secara pasti, tapi disebutkan tenggelam di Sungai Musi,” kata Novita.

Informasi ini menarik perhatian kelompok penyelam. Mereka langsung menghubungkannya dengan sejumlah benda yang pernah diangkat dari dasar Musi. Yanto (48), salah seorang pimpinan kelompok penyelam, mengaku pernah menemukan lempengan kuning berbentuk bundar dengan tulisan timbul ‘Arona Pajero’. Ia menduga benda yang diperoleh di kawasan 30 Ilir itu bagian dari kapal VOC yang dimaksud. Para penyelam mengungkap penemuan bola meriam warna hitam dan berkarat dan sejumlah benda yang juga diduga bagian kapal VOC, seperti plat kuningan mirip plat motor dan koin uang Belanda bergambar Ratu Wilhelmina. “Lempengan itu saya jual Rp 20 ribu per kilo. Kalau tahu itu barang antik, harganya bisa lebih mahal. Kalau begitu, kita cari saja kapal itu,” kata Yanto. 

Hakim (47), penyelam lain juga tertarik. Ia mengatakan, selama ini benda-benda serupa itu dijual per Kg dalam kelompok kuningan. Dikonfirmasi penemuan-penemuan itu melalui telepon semalam, Novita mengatakan, ada kemungkinan benda itu bagian kapal VOC yang dimaksud. Namun, kepastiannya harus melalui penelitian ilmiah. Selidiki Arca Pertemuan siang kemarin membahas isu kelompok penyelam menemukan benda cagar budaya (BCG) berupa arca yang dijual seharga Rp 3 miliar. Sekitar 15 kelompok penyelam hadir berdialog dengan polisi dan peneliti Balar Palembang, Novita dan Budi Wiyana. Pasi Idik Dit Polair Polda Sumsel, Ipda Salupen mengatakan, pertemuan itu digelar atas perintah Kapolda Sumsel, Irjen Pol Sisno Adiwinoto. Salupen didampingi Kepala Pos Polair 30 Ilir, Bripka Aang Fantoni SH. “Kita lakukan sosialisasi tentang benda cagar budaya agar mereka paham. Setelah ini, jangan salahkan polisi kalau ada tindakan refresif atas pelanggaran,” tegasnya. Tak kurang 46 kelompok penyelam berperahu mencari harta karun di Sungai Musi sejak pukul 09.00 sampai pukul 17.00 setiap hari. Aktivitas ini dipicu kabar ada kelompok penyelam yang menemukan arca dan menjualnya seharga Rp 3 miliar belum lama ini. 

Tiap kelompok beranggotakan antara empat sampai tujuh orang. Mereka datang dari Sungai Batang dan sebagian besar warga Tanggabuntung. Dibeli Negara Polisi mendata identitas kelompok penyelam untuk mencegah masuknya penyelam liar. Pertemuan menyepakati penyelam tradisional boleh melakukan pencarian benda berharga di Sungai Musi. Konsekuensinya, jika ada penemuan yang diduga BCG harus melapor ke Balar Palembang atau melalui petugas di Pos Polair 30 Ilir untuk diteliti. “Jika benar BCG, nanti akan dibeli negara sesuai nilai barang tersebut,” kata Ipda Salupen. “Jadi kita sepakat jalin kerjasama. Tidak hanya ini saja, kalau ada kejadian apa pun lapor,” lanjutnya. (ahf) SMB II Lawan Belanda VOC singkatan Vereenigde Oost indische Compagnie, merupakan Perserikatan Perusahaan Hindia Timur yang berdiri 20 Maret 1602. VOC adalah perusahaan Belanda yang memonopoli aktivitas perdagangan di Asia abad ke 17 sampai 18. Meskipun berupa badan dagang, VOC istimewa karena didukung negara dan diberi fasilitas-fasilitas istimewa, seperti memiliki tentara dan menerbitkan mata uang sendiri. 

Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer kompeni. Mereka menerapkan politik pemukiman -kolonisasi- pada kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku. Dengan latar belakang perdagangan inilah awal penjajahan bangsa Indonesia (Hindia Belanda) setelah pada abad ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi Portugis. VOC mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta). Perusahaan ini hampir selalu konflik dengan Inggris. Kesultanan Palembang Darussalam di bawah kepemimpinan Sultan Mahmud Badaruddin II (1803-1819) berada di antaranya. 

Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan Britania dan Belanda, di antaranya yang disebut Perang Menteng. Pada 14 September 1811 terjadi peristiwa pembumihangusan dan pembantaian di loji Sungai Alur. Belanda menuduh Britania memprovokasi Palembang agar mengusir Belanda. Sebaliknya, Britania cuci tangan, bahkan langsung menuduh SMB II yang berinisiatif melakukannya. Britania mengirimkan armada perangnya di bawah pimpinan Gillespie dengan alasan menghukum SMB II. Dalam sebuah pertempuran singkat, Palembang berhasil dikuasai dan SMB II menyingkir ke Muara Rawas, jauh di hulu Sungai Musi. Pertempuran melawan Belanda yang dikenal sebagai Perang Menteng (dari kata Muntinghe) pecah pada tanggal 12 Juni 1819. Perang ini merupakan perang paling dahsyat pada waktu itu, di mana korban terbanyak ada pada pihak Belanda. Pertempuran berlanjut hingga keesokan hari, tetapi pertahanan Palembang tetap sulit ditembus, sampai akhirnya Muntinghe kembali ke Batavia tanpa membawa kemenangan. Belanda tidak menerima kenyataan itu. SMB II telah memperhitungkan akan ada serangan balik. Karena itu, ia menyiapkan sistem perbentengan yang tangguh. Di beberapa tempat di Sungai Musi, sebelum masuk Palembang, dibuat benteng-benteng pertahanan yang dikomandani keluarga sultan. Kelak, benteng-benteng ini sangat berperan dalam pertahanan Palembang. Pertempuran sungai dimulai pada tanggal 21 Oktober 1819 oleh Belanda dengan tembakan atas perintah Wolterbeek. Serangan ini disambut dengan tembakan-tembakan meriam dari tepi Musi. Pertempuran baru berlangsung satu hari, Wolterbeek menghentikan penyerangan dan akhirnya kembali ke Batavia pada 30 Oktober 1819. Bulan Juni 1821 bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, hari Minggu 24 Juni, ketika rakyat Palembang sedang makan sahur, Belanda secara tiba-tiba menyerang Palembang. 

Serangan dadakan ini tentu saja melumpuhkan Palembang karena mengira di hari Minggu orang Belanda tidak menyerang. Setelah melalui perlawanan yang hebat, tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda. Kemudian pada 1 Juli 1821 berkibarlah bendera rod, wit, en blau di bastion Kuto Besak, maka resmilah kolonialisme Hindia Belanda di Palembang. Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam, SMB II beserta keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia. Dari Batavia SMB II dan keluarganya diasingkan ke Pulau Ternate sampai akhir hayatnya 26 September 1852. (ahf/berbagaisumber) 

Komentar

  1. Sejarah ini mengajarkan kita, bahwa keserakahan tidak akan membawa hal yang baik, justru keserakahan itu akan kembali dengan segala hal hal yang buruk kepada diri kita sendiri. Seperti voc dan keserakahanya. Demi mendapatkan keuntungan & kekuasaan, VOC memperlakukan rakyat nusantara dengan semena mena. VOC memonopoli perdagangan kekayaan nusantara, masyarakat menjual rempah rempah dengan harga yang sangat murah kepada VOC. sehingga VOC dapat meraup keuntungan yang sangat besar. Masyarakat nusantara tersiksa karenanya, banyak rakyat yg mati ditembak, mati tersiksa, mati kelaparan, sedangkan belanda semakin kaya. Masyarakat berupaya melawan dan terus bertahan. Hingga akhirnya voc jatuh, voc terkalahkam oleh keserakahanya sendiri. Akibat korup pada tubuhnya sendiri. - m adista yudhistira K

    BalasHapus
  2. Luar biasa dengan membaca artikel ini saya menjadi lebih mengerti bahwa keserakahan itu akan membuat kita menjadi sengsara

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tokoh Idola Untuk Pendidikan Karakter

Belanda Minta Maaf, tetapi ...

Rumah Proklamasi Akan Dijual Pemiliknya