Sukabumi, Jejak Sejarah Pegadaian

Menjelang tahun ajaran baru, pegadaian turut sibuk. Berita-berita di berbagai media menyebutkan omzet pegadaian menunjukkan kenaikan tiap tahun ajaran baru. Pegadaian menjadi jalan keluar bagi orang tua yang kesulitan mencari biaya sekolah.
Sejarah panjang Pegadaian di Indonesia bermula di Sukabumi. Pada 1 April 1901, pertama kalinya didirikan Pegadaian Negara oleh Belanda.
Sebenarnya sudah lama masyarakat mengenal sistem gadai, jauh sebelum pegadaian didirikan.
Sejak 1746 Belanda mendirikan Bank Van Leening, sebuah lembaga keuangan yang memberikan kredit kepada masyarakat dengan sistem gadai. Pergantian kekuasaan membuat lembaga ini dibubarkan. Selanjutnya usaha pegadaian dijalankan sendiri pengusaha-pengusaha.
Namun, usaha tersebut justru menyuburkan praktik utang bunga-berbunga oleh rentenir. Pemerintah Belanda yang kembali berkuasa memutuskan untuk memonopoli usaha pegadaian dengan mendirikan Pandhuis (Pegadaian Negara) pertama di Sukabumi, Jawa Barat.
Rekam jejak Pegadaian dari masa ke masa diabadikan di Museum Pegadaian yang berlokasi di Pegadaian Sukabumi, Jl. Pelabuhan II Kota Sukabumi. Museum ini menggunakan bangunan asli rumah dinas Kepala Pegadaian Sukabumi.
Di dalam museum yang diresmikan pada 1 April 2010 itu tersimpan ratusan benda-benda yang dulu digunakan Pegadaian mulai dari alat hitung, timbangan perhiasan, timbangan tembaga, brankas, lemari penyimpan emas, sampai barang-barang gadai.
Umur benda-benda yang tersimpan ada yang hampir satu abad. Misalnya saja sebuah brankas besi yang dipakai sejak 1926. Brankas tersebut digunakan untuk menyimpan uang buatan tahun 1891.
“Barang-barang ini tidak hanya berasal dari Sukabumi. Semua barang bersejarah yang dimiliki oleh Pegadaian di seluruh Indonesia dikirim ke sini untuk disimpan di museum,” kata Manajer Operasional Pegadaian Cabang Sukabumi Kusnanto.
Museum Pegadaian Sukabumi merupakan satu-satunya Museum Pegadaian di Indonesia, sehingga pengumpulan benda bersejarah hanya berpusat di sini. Beberapa barang di museum tersebut berasal dari Bantul, Purwokerto, Purworejo, Temanggung, Yogyakarta, dan daerah lainnya.
Kusnanto berharap, museum ini mampu menandai peran besar Pegadaian dalam perekonomian masyarakat, utamanya masyarakat kecil. Pegadaian menjadi solusi keuangan mereka tanpa harus terlilit lintah darat. Berkat Pegadaian, tidak terhitung berapa banyak anak-anak Indonesia yang berhasil meraih cita-citanya. Dari kalung, gelang atau cincin yang tergadai mereka tetap bisa menikmati bangku sekolah. (Catur Ratna Wulandari/”PR”)***

Sumber: Pikiran Rakyat, Kamis, 9 Juni 2011

Komentar

  1. Jika kita lihat ke belakang, penggadaian ini sangat berguna bagi warga yang mungkin tidak mampu tapi ingin anaknya bersekolah. tapi saya sangat tidak setuju apa bila di lain pihak ada lintah darat yang ingin melebihkan hartanya. dan hartanya itu hukumnya RIBA (HARAM).

    Niky Suryadi
    XI IPA 2

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tokoh Idola Untuk Pendidikan Karakter

Belanda Minta Maaf, tetapi ...

Rumah Proklamasi Akan Dijual Pemiliknya